Jumat, 12 September 2014

Motivasi Korupsi Versus Motivasi Berprestasi





Oleh: Akmaludin M.Pd

Belakangan ini,  pemerintah  sedang menggalakkan pemberantasan  korupsi. Meskipun demikian masih banyak ditemukan  para pemangku jabatan,  bahkan pejabat negara terasangkut perilaku korupsi.  Dalam tulisan ini dipandang perlu mendiskusikan prilaku korupsi Vs motivasi berprestasi peserta didik. 

Motif menurut Winardi ( 2007: 33) dinyatakan  sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan yang muncul dalam diri seseorang dan diarahkan mencapai  tujuan, dan  muncul dalam kondisi sadar. Sedangkan menurut  rumusan oleh David B. Guralnik( 2007: 314) mendifinisikankan motive an inner, impulse, etc. that cause one to act,  yang diterjemahkan menjadi  motif suatu perangsang dari dalam, suatu gerakan hati dan sebagainya yang menyebabkan seseorang untuk bertindak.                                                                                                                        

Jadi berdasarkan pandangan di atas dapatlah dikatakan bahwa,  motif itu sesungguhnya dapat berperan  sebagai penyebab, timbulnya semacam kekuatan dari seseorang peserta didik untuk  bertindak dan berbuat sesuatu  untuk mencapai suatu tujuan yang diiginkan. (Gbr 1 Suasana  Belajar termotivasi  )

Dapat dipahami lebih sederhana, apabila tingkah laku peserta didik dilatarbelakangi oleh adanya motif  untuk bertindak dalam berprestasi, maka  peserta didik tersebut  dapat  dikatakan  bahwa,  telah termotivasi untuk berprestasi.  Adalah impliikasi logis  apabila peseta didik telah termotivasi untuk berprestasi maka adalah sangat wajar mereka akan mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Tujuan tersebut tentu akan dilaksanakan dengan penuh kesadaran, kesungguhan hati mengikuti aturan yang berlaku dan menghindarkan dari perbuatan yang berlawanan dari ketentuan yang telah ditetapkan sekolah.  Selain itu prilaku jujur dengan sendirinya  akan mengiringi  lahirnya motivasi berprestasi.
Kini timbul persoalan apa keterkaitan  antara motivasi  dengan  korupsi ?.  Tentu tidaklah mudah untuk menjelujuri masalah ini ini.  Akan tetapi berdasarkan  pandangan apa yang dijelaskan oleh oleh Winardi dan David B. Guralnik, dapat membantu kita untuk menjelujuri   antara motivasi dengan korupsi.  Mula-mula  dalam diri  seseorang timbul sebuh motif negatif,     selanjutnya lambat laun motif negatif  itu menjadi kuat,  dan memungkinkan munculnya prilaku negatif.  Sedangkan   prilaku negatif sedemikian kuat akan menjadi suatu motivasi negatif dan salah satu bentuk motivasi negatif adalah korupsi.  Dengan demikian munculnya  korupsi diakibatkan adanya sebuah motif , prilaku  dan motivasi negatif dari seorang. Gbr 2:  (Suasana  Kegiatan Anti Korupsi )
  
Menurut Blak’s  Law menyebutkan bahwa:  korupsi adalah perbuatan untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak pihak lain secara salah, menggunakan jabatanya atau karakternya untuk mendapatka suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain.   Selain itu Korupsi menurut Husain Alatas menyebutkan bahwa benang merah untuk menjelujuri dalam aktiviats korupsi yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma,  tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasiaan, penipuan dan kemasabodohan akan akibat yang diderita masyarakat.

Dari penjelasan di atas dapat diterima bahwa prilaku negatif dari seorang yang  berupa memperkaya diri atau memperkaya orang lain dengan cara yang tidak halah dan  merugikan pihak lain secara masif dapat dikatakan sebagai prilaku korupsi.     
  
Permasalah yang akan  muncul mungkinkah ada kegiatan yang dikategorikan sebagai prilaku korupsi dalam kegiatan belajar mengajar?   Tentu permasalahan ini tidak mudah  untuk diuraikan, namun  setidaknya apabila menelisik apa yang dijelaskan  oleh Blak’s dan Alhusain dijadikan pegangan untuk menguraikan hal tersebut tersebut.  Jika saja kata “.........mendapatkan keuntungan untuk dirinya.....” dan “.......pelanggaran norma..........”disamakan dengan dengan usaha yang tidak halal guna mendapatkan nilai setinggi-tingginya  seperti mencontek, menyadur  hasil karya orang lain menjadi karya sendiri, copy paste pekerjaan orang dari internet tampa mencantumkan nama penulisnya dan prilaku sejenisnya, tentu dapat dimasukkan ke perilaku negatif yang mendekat kepada perilaku korupsi  

Mengapa hal ini dapat diterima?  Jika memperoleh nilai tinggi / atau sebutan  yang senada dengan memperoleh nilai tingi  dengan cara yang disebut di atas, tentu merugikan orang lain yang semestinya berhak memperolehnya dan apa bila memberikan orang lain seperti yang tertera pada  gbr 3, tentu merugikan pemerintah secara masif, hingga penulis berkeyakinan bahwa hal semacam itu tentu dapat digolongkan pada prilaku korupsi dalam pendidikan.  (Gbr 3; Kunci jawaban UN 2014 beredar)

Bagai mana solusi yang dapat mengurangi prilaku korupsi pada peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar?  Hal ini dapat dilakukan dengan mengikutkan peserta didik pada kegiatan-kegiatan lomba seperti: menulis  ilmiah bertemakan anti korupsi, membuat majalah dinding,      membuat poster,   melakukan sosialisasi,  festival antar peserta didik dan diskusi panel  tentang  anti korupsi yang dilakukan disekolah.  Satu  kalimat “ Berani Jujur itu Hebat”  (Gbr 4 ;  Poster Pendidikan anti korupsi)




Daftar rujukan
Admin: http://definisi pengertian. Com 2012   / pegertian korupsi menurut para  akhli
David  B. Guralnik, 2006, The Executive at Work, Harvard University Press, Cambridge,     
                Massachussets
Winardi. J, 2007, Motivasi dan Pemotivasian dalam manajemen, Bumi aksara, Jakarta