Selasa, 31 Januari 2012

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan Karakter

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang dibuat  pendidik, mestinya  bersifat operasional dalam artian mudah dilaksanakan dan benar-benar  dapat dilaksanakan di kelas.  Selain itu RPP bukan hanya sebagai pelengkap  administrasi pembelajaran belaka, namun hendaknya dijadikan sebagai alat yang benar-benar dapat dipergunakan  sebagai acuan dalam memproses suatu  pembelajaran dalam kelas, agar peserta didik terlindungi dari praktek-praktek pembelajaran  GASAK (Guru  asal masuk  kelas).

Di samping itu,   RPP juga  sebagai alat renca pembelajaran yang menggambarkan seluruh proses kegiatan  yang akan dilaksanakan siswa dan guru, dengan melibatkan: Standar kompetensi, kompetensi dasar, Indikator,tujuan pembelajaran, kegiatan belajar- mengajar, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber-sumber, bahan dan alat, karakter yang akan dibangun,  pengalokasian waktu  dan instrumen pengukuran pencapaian hasil kegiatan pembelajaran.

Instrumen hasil kegiatan pembelajaran, bisanya  berbentuk tagihan. Tagihan   untuk mengukur kemampuan kognetif dan umumnya dapat berbentuk tes yang berupa:  kuis,tugas, ulangan harian, ulangan mid semester, ulangan umum, semesteran,dan  ujian. Diantara bentuk tagihan tersebut di atas tentu tidak semuanya harus dinaikkan di RPP  namun dicocokkan dengan pertimbangan:  waktu yang disediakan, indikator yang akan diuji, tujuan yang ingin dicapai, juga materi yang sedang diujikan.

Akhir-akhir ini menjadi suatu hal yang tak tabu lagi, bahwa penggunaan pilihan ganda di samping kelebihannya  yang banyak, juga diikuti kekurangannya. Salah satu kekurangannya adalah banyaknya peserta didik yang dapat mencontek dengan segara, yang seolah-olah  hasil belajar cukup dengan mencontek saja sudah mendapatkan nilai bagus. Pada  model pembelajaran SATE MLE, bentuk  soalnya,  mencoba menggabungkan  soal pilihan ganda( multiple choise) dengan  Essay. Artinya  peserta didik sebelum memilih dia punya alasan yang kuat. Sementara penilaiannyapun mengikuti bentuk instrumen yang digunakan.

Salah satu bentuk penilaian yang ditawarkan adalah:
1. Jika  alasan benar  dan pilihan benar maka nilainya = 4
2. Jika  alasan benar  dan pilihan salah maka nilainya = 3
3. Jika alasan salah  dan  pilihan benar maka nilainya = 2
4. Jka  alasan salah dan  pilihan salah maka nilainya = 1
5. Jika tak  punya alasan dan tak memilih nilainya = 0

 Nilai = ( Sekor yang diperoleh  x 100): ( skor maksimal)

Sedangkan instrumen hasil proses pembelajaran dan karakter yang  di kembangakan dalam setiap kompetensi dasar untuk melihat tingkat kemajuan dari afeksi dan karakter peserta didik.  Instrumen yang dipakai pada kegiatan ini biasanya menggunakan  non tes yang berupa: kuisioner, dan observasi atau pengamatan langsung. Tetapi untuk  menghilangkan faktor subyektivitas  serta menghindari asal memberikan penilaian  alangkah baiknya menggunakan  kuisioner, sehinggga  pengkategorian dapat dilaksanakan dengan tepat.  Perlu diingat bahwa yang dimaknai dengan pendidikan karakter ini  seterategi pelaksanaanya adalah: jadikan kempetensi dasar yang diajarkan itu  sebagai alat untuk menyampaikan pesan karakter. Misalnya karakter matematika biasanya yang dikembangkan adalah; teliti, pantang menyerah, rasa ingin tahu, bekerja giat, jujur). Tentu dalam  karakter itu tidak diajarkan dalam  kompetensi dasar yang disampaikan namum lebih dicontohkan oleh prilaku seorang guru, dan warga sekolah .

Salah satu bentuk penilaian ini adalah menggunakan kategori  (SS = sangat setuju dengan nilai 4,  S = setuju dengan nilai 3, TS = tidak setuju dengan nilai 2, STS = sangat tidak setuju dengan nilai  1). Dengan demikian 

Nilai = (sekor yang diperoleh  x 100) : ( Sekor maksimal)

Ada tiga bentuk pengkategorian hasil dari proses pembelajaran dalam penilaian karakter  yaitu: mulai tumbuh, sudah berkembang dan menjadi kebiasaan.  Dengan demikain  nilai karakter itu dapat dikategorikan sebagai berikut:
  1  -   60  mulai tumbuh ( C)
 61  -   80  mulai berkembang  ( B)
 81  -  100  menjadi kebiasaan ( A)

Selanjutnya  bentuk RPP dengan karakter ini ikuti  contoh  RPP dengan karakter bangsa





 
















Kamis, 19 Januari 2012

SATE MLE dan PENDIDIKAN KARAKTER


Sate MLE; istilah ini pertama kali dikembangkan oleh penulis di SMA 2 Aikmel tahun 2011. Kata tersebut diambil dari penggabungan kata SATE  yang berati mendalam, dan MLE ( Multi  Level Education) yang berarti keberagaman kemampuan dalam pembelajaran. Jadi SATE MLE adalah pembelajaran mendalam yang melibatkan keberagaman kemampuan dalam pembelajaran di suatu rombongan belajar (kelas).

Sejalan dengan Pembelajaran moderen; Model SATE MLE memandang peserta didik sebagi subyek, partner dan mitra  guru dalam kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di uar kelas.  Selain itu guru bukan satu - satunya sumber belajar di kelas, tetapi peserta didik dapat menjadi sumber belajar sekunder. Meskipun diakui bahwa kedudukan guru sebagai sumber belajar primer tidak dapat digantikan oleh alat secanggih apapun, tetapi sebagai sumber belajar sekunder dapat dilakukan oleh peserta didik atau alat yang lain.

Siswa dapat dijadikan sebagi sumber belajar sekunder, dapat dibenarkan atau sejalan  dengan adanya model pembelajaran tutor sebaya. Bukankah model tutor sebaya juga memandang peserta didik sebagai parner?.  Model pembelajaran  tutor sebaya dapat terlaksana dengan baik, bila setiap komponen dalam kelas memiliki karakter kerja keras, saling berterima, jujur, teliti dan rasa ingin tau. Karakter kerja keras dimaksudkan adanya upaya peserta didik dengan sungguh- sungguh dalam mengatasi hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya (Puskur Kurikulum, 2010: 34). Salah satu cara untuk mengatasi berbagai kesulitan dan hambatan dalam peruses pembelajaran tentu dengan memaksimalkan komponen kelas, utamanya peserta didik yang mampu. Dengan mengelaborasikan diri (guru) dengan peserta didik  secara bersama-sama dapat mengatasi hambatan  yang terjadi dalam kelas.

Hambatan yang paling sering terjadi ketika guru mengajar,  yang paling umum adalah:  banyaknya peserta didik tidak menguasai menguasai apa yang diajarkan guru, suasana kelas yang kurang  kondusip, tugas-tugas  peserta didik tidak terselesaikan dengan baik,  masih adanya peserta didik yang takut mengemukakan pendapat, adanya peserta didik yang mencontek secara sembunyi atau terang-terangan saat guru mengadakan ulangan. Hambatan tersebut dapat diminimalisir  tentu melalui penanaman nilai karakter jujur dan disiplin  untuk semua komponen pembelajar. Maka jawaban yang paing sering diaksanakan guru adalah semodel menghukum   yang mendidik sebagai alasan pengamanan. Gambar di atas suasana pemberian hukuman pada peserta didik yang tidak mengumpulkan tugas pada. Tetapi  jika pembelajaran SATE MLE diterapkan dalam kegitan pembelajaran setidaknya hukuman semacan ini dapat ditiadakan.

Jujur, lagi-lagi jujur, sepertinya isi yang ada dalam kotak hitamnya pendidikan yang tidak pernah kunjung ditemukan. Coba kita mengkaji kenyataan yang ada, untuk menjawab pertanyaan berikut: 1) mengapa harus ada pengawas independen dalam UN  atau keterlibatan pengawasan dari perguruan tinggi?, padahal sudah ada pengawas daam ruangan, 2) mengapa harus pengawas ujian 2 orang tiap ruangan ujian?, 3) mengapa lahir  soal 5 paket, padahal soal-soalnya juga sama dengan paket yang lain?. Jawaban yang paling umum dari kondisi tersebut adalah “ketidak percayaan pemerintah “atas ketidak jujuran guru dan murid melaksanaan UN, sungguh memilukan kondisi pendidikan kita.  Harta yang paling berharga dari peserta didik dan guru yang hilang itu perlu direbut kembali. Strategi yang dapat dilaksanakan adalah melaksanakan model pembelajaran  SATE MLE  yang menekankan pada pelaksanaan karakter jujur, baik siwa maupun guru  secara bersama- sama.  Jika  peserta didik  telah menerapkan jujur untuk mau mengatakan: 1) saya tidak mencontek ketika ulangan, 2) mengemukakan rasa senang atau tidak dalam mengikuti pelajaran, 3) menunjukkan sikap terhadap suatu materi pelajaran, 4)  saya mendapatkan informasi lebih awal, 5) berkata-kata  saya bisa atau tidak. Maka kita dapat mengatakan bahwa  kita telah meraih kembali salah satu isi dari kotak hitam yang telah lama hilang dapat kita raih secara bersama-sama.  sedangkan guru....http://www.facebook.com/#!/messages/?action=read&tid=id.116605458451585
 

Selasa, 03 Januari 2012

Mengapa 0,9999......... sama denga 1

Sejak di Sekolah Dasar, siswa telah diperkenalkan dengan pecahan desimal, bahkan mengenai topik konversi antar bentuk pecahan desimal, persen, dan pecahan biasa. Setiap bentuk pecahan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, setiap bentuk pecahan kadang cocok dipergunakan untuk konteks tertentu, namun tidak cocok untuk konteks yang lain. Misalnya ketika berbicara mengenai seberapa besar pertambahan jumlah penduduk, maka pecahan yang paling sesuai adalah bentuk persen.

Dari berbagai bentuk pecahan, pecahan desimal merupakan “bentuk akhir” dari pecahan, karena merupakan implikasi logis dari perkembangan sistem desimal. Seperti yang kita tahu, pada perkembangan sistem bilangan berawal dari pencacahan yang ditandai dengan sistem pengelompokan dan “berakhir” dengan diterimanya secara luas sistem nilai tempat dan sistem desimal (basis 10) menjadi pilihan terakhir umat manusia yang terbukti ampuh penggunaanya baik dalam kehidupan sehari-hari terlebih lagi pada kegiatan ilmiah. selanjutnya

Minggu, 01 Januari 2012

Saling Berterima Dalam Pemebelajaran (SABERDAP)

Oleh; Akmaludin M.Pd

Istilah saling berterima dipopulerkan oleh  DR.Husni Muaz yang merupakan salah  seorang Dosen Universitas Negeri Mataram.  Saling berterima  menekankan kepada bagai mana setiap orang dalam satu gerup atau rombongan belajar dapat saling memahami, baik kelebihan maupun kekurangan setiap individu dalam satu rombongan belajar.
Selain itu saling berterima dalam hal kelebihan,terkandung maksud, bahwa selama peroses pembelajaran berlangsung,  tentu ada peserta didik yang lebih cepat menguasai materi dan ada lambat menguasai  materi pelajaran. Peserta didik yang lebih dulu menguasai materi akan menghargai peserta yang belum menguasai demikian sebaliknya.  Lihatlah  gambar di samping bagai mana setiap peserta didik telah menerapkan  karakter  saling berterima yang sangat tinggi saat model  pembelajaran SATE MLE di SMA N 2 Aikmel Lombok Timur NTB berlangsung.

Terkait dengan model pembelajaran SATE MLE  karakter tersebut terus dikembangkan,  dan diberdayakan para peserta yang lebih dulu menguasai materi yang diajarkan. Untuk memberdayakan  para peserta  yang telah menguasai pembelajaran, terlebih dulu hendaknya diuji kejujuran dari mereka. Adapun pengujian kejujuran tidaklah menggunakan teknik uji yang  rumit-rumit tetapi cukup mengajukan pertanyaan  singkat saja.

Bentuk pertanyaan itu misalnya " siapakah nanda yang telah menguasai  materi " , jika karakter jujur telah tertanam dan sikap bulliying  telah hilang maka dengan segera kita mendapatkan sejumlah peserta rombongan belajar yang telah menguasai dengan cara menacungkan tangannya. Apabila guru telah menemukan mereka yang sudah bisa, lalu guru memeriksa sejauh mana penguasaan mereka.

Pemeriksaan atas penguasaan mereka diperlukan, agar manakala bagi mereka yang diminta bantuannya untuk menularkan ilmunya tidak salah arah. Prinsip ini tentu dibenarkan oleh para pakar pendidikan dan pakar psikologi, karena mungkin saja penjelasan peserta lebih dapat diterima ketimbang gurunya.  Periksa salah satu ungkapan yang diperoleh  catatan anekdot disamping  tentang bagai mana sate MLE dapat mengembangkan karakter saling berterima diantara rombongan belajar.

Selain itu  SATE MLE telah mengembangkan karakter  kasih sayang, saling menghargai, hormat meghormati,  tolong menolong dan jujur serta mampu menghilangkan bulliying dalam satu gerup atau rombongan belajar. Jika setiap anggota kelompok diharuskan melaksanakan karakter tersebut,kita dapat membayangkan hasil apa yang  akan diperoleh, oleh setiap anggota gerup atau anggota  rombongan belajar,  mana kala  karakter tersebut telah terpatri  kuat.
  
Hasil yang nyata dari penerapan    metodel SATE MLE mampu membuat peserta didik untuk  : 1)  tidak adalagi peserta yang malu bertanya pada peserta didik lainya atau pendidik. 2) pembelajaran  benar-benar  demokratis, 3)  metode  itu sangat  menyenangkan, 4)  metode itu membuat  keadaan kelas  menjadi lebih hidup, 5)  metode itu sangat mengasikkan, 6)  membuat peserta didik menjadi lebih aktif, 7) membuat peserta didik menjadi lebih mengerti, 8) membuat peserta didik menjadi lebih mengerti arti sebuah persaudaraan, 9)  membuat peserta didik lebih terampil berbicara, 10) peserta didik lebih menghargai waktu.  Ikuti  vidio pembeljaran SATE MLE

Profil Wanita Moderen



 
 (Artikel ini telah dimuat di JAWA POS edisi Minggu 4 Desember 2011)

Kaum wanita atau kaum  hawa, adalah satu keajaiban unik yang tak pernah ada habisnya untuk di bahas. Dari berbagai bentuk keunggulannya, keunikannya penampilannya hingga permasalahan permasalahan yang mengikutinya. “Wanita sebagai tiang Negara”. Ada juga hadits yang berbunyi “Surga dibawah telapak kaki Ibu”. Dan sebuah Hadits yang sangat penulis sukai yaitu “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik baik perhiasan adalah istri yang sholihah”. Begitu besar penghormatan terhadap sebagai seorang makhluk yang bernama wanita. Tapi bagaimankan profil wanita saat ini ?