Senin, 20 Desember 2010

Profesionalisme Guru


Oleh: Akmaludin  S.Pd.,M.Pd
Disampaikan Pada  Acara Pendidikan Dasar  UKM Integral Matematik  STMIK SZ NW Anjani

Abstrak :  Tulisan ini diilhami oleh  bebagai keluhan lapisan masyarakat mengenai efektifitas pendidikan di Negara yang kita cintai. Salah satu komponen yang paling penting dalam meningkatkan efektifitas pendidikan adalah ketenagaan, terutama guru. Mengubah kurikulum tidak akan menyelesaikan masalah, jika guru yang menjadi ujung tombak pelaksana kurikulum, di kelas tidak kunjung professional. Hasil yang diharafkan dari tulisan ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya menambah wawasan keilmuan kita tentang guru yang profesional bagi penyelenggaraan pendidikan.

Kata kunci : Frofesional dan efektifitas Penddikan

Sebagai dampak dari globalisasi, suka atau tidak dunia pendidikan membutuhkan tenaga kependidikan dalam hal ini guru dituntut  memiliki kompetensi sosial, kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalisme yang tinggi. Selain itu sikap keteladanan, kejujuran, keterbukaan, penguasaan teknogi informasi dari seorang guru amatlah dipentingkan dalam membangun pendidikan yang berkarakter sehingga pengembangan sumber daya manusia ( Human Resource Development ) peserta didik dapat terwujud  
Meskipun selama ini pembinaan guru oleh  kepala sekolah dan pengawas pendidikan melalui kegiatan supervisi dan kegiatan-kegiatan lainnya telah dilaksanakan namun nampaknya juga belum cukup  sehingga perlu kiranya  alternative- alternative lain yang perlu diusahakan oleh guru secara mandiri. Setidaknya hal ini dapat dilihat dengan masih adanya  guru-guru yang enggan menyusun perangkat-perangkat pembelajaran, perangkat evaluasi, bahan ajar dan ataupun modul dan atua melakukan peneitian untuk menunjang keprofsionalannya.
Bertitik tolak dari beberapa masalah tersebut, maka artikel ini akan mencoba memberikan sumbangan pemikiran guna menambah wawasan keilmuan juga  cara menciptakan guru yang profesional yang efektif.


Apakah Tugas –Tugas  Guru ?
Vollmer dalam Natajaya (2002) menyebutkan  bahwa profesi itu sendiri sesungguhnya hanyalah merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk diwujudkan. Selanjutnya dikatakan profesional itu merupakan suatu sifat atau keadaan dari suatu pekerjaan yang dijamin kualitasnya oleh orang yang mengerjakan pekerjaan itu sebab adanya kesesuaian sifat pekerjaan dengan keahlian orang yang mengerjakannya.  Senada dengan itu  Usman (1995:14) mengatakan bahwa pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaaggn yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dari pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa setidak ada tiga komponn tugas guru yaitu mendidik, mengajar, dan melatih  peserta didiknya tapi tidak mengabaikan  pengembangan profesinya.
Mendidik merupakan suatu proses merubah perilaku peserta didik menjadi perilaku yang mencerminkan sikap positif dan kedewasaan. Hal ini senada dengan yang sampaikan Langeveld dalam ( Pidarta, 1997:10 ).mengatakan bahwa mendidik adalah memberikan pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak dalam pertumbuhannya menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.
Adapun mengajar merupakan bagian dari tugas guru bukan hanya sekadar menyampaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, tetapi juga memungkinkan terjadinya interaksi yang konstruktif dengan dengan peserta didik Yatim (2008). Selanjutnya dikatakan bahwa mengajar bukan hanya melibatkan aspek-aspek diri individu, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lingkungannya. Dari pandangan diatas dapat dikatakan bahwa mengajar pada prinsipnya adalah meyampaikan  ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik serta  mengorganisasikan  bahan pembelajaran dengan  baik sehingga  menimbulkan proses interaksi  educatif dengan peserta didik. Sementara melatih adalah suatu upaya guru dalam mengembangkan keterampilan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didiknya. Tugas  melatih dapat diterapkan oleh guru dalam bentuk latihan praktik di kelas dan di luar kelas.



Apakah Kompetensi Yang Dimiliki Guru?
    Stone (dalam Usman : 2008) mengemukakan Competencies is Descriptive of qualitative nature or teacher behavior appears to be entirely meaningful. Keberartian suatu perilaku guru sangat menentukan hakikat profesi yang dimilikinya, sehingga dengan demikian membutuhkan suatu kemampuan tertentu. Selanjutnya dikatakan. disamping itu mereka hndaknya memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban, tugas, dan tanggung jawab.
Muhyadi dalam Akmaludin ( 2007) mengatakan bahwa kompetensi pribadi merupakan kemampuan dasar seorang guru yang mencakup aspek-aspek internal (dalam diri individu) seperti kepribadian atau konsep diri, cara berinteraksi dan berkomunikasi, cara mengembangkan persepsi, cara melaksanakan bimbingan dan konseling, serta melaksanakan penelitian sederhana.
Sementara itu Siagian (1995; 2002) mengatakan bahwa yang dimaksud kepribadian adalah organisasi dinamik dari suatu sistem psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang pada gilirannya menentukan penyesuaian-penyesuaian khas yang dilakukan terhadap lingkungannya. Artinya, kepribadian dapat dikatakan sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain
Jadi dapat dikatakan bahwa kepribadian itu sendiri  merupakan kumpulan dari sejumlah karakteristik, sikap, dan nilai-nilai yang dianut seseorang, yang membedakannya dari orang lain). Atau dapat juga dikatakan sebagai seperangkat karakteristik, kecenderungan, dan temperamen yang sebagian dibentuk sejak lahir dan sebagian yang lain dibentuk oleh faktor-faktor lingkungan sosial dan budaya yag saling berinteraksi
Interaksi sosial merupakan suatu hubungan sosial yang berlangsung dinamis baik  secara individu maupun kelompok. Interaksi sosial dalam pendidikan dan bidang kehidupan lainnya sangat diperlukan, karena sifat manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya.. Situasi interaksi merupakan suatu situasi hubungan sosial dimana saat itu manusia mulai memasyrakatkan diri dan membudayakan diri. Tanpa itu manusia tak
Sementara itu Sahertian (2000), yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan dan kecakapan guru yang berhubungan dengan penguasaan tentang konsep-konsep dasar kependidikan, bahan pengajaran, penyusunan administrasi pengajaran, pelaksanaanya, dan kemampuan menilai hasil dan proses belajar siswa. Kemampuan profesional yang berkaitan dengan usaha menguasai konsep-konsep dasar kependidikan bagi guru meliputi 4 hal, yaitu : 1) memahami dan mengkaji pengertian pendidikan dan sub sistem yang berhubungan dengan pendidikan; 2) mengenal dan mengkaji tujuan pendidikan; 3) mengenal fungsi dan peran sekolah bagi masyarakat, bangsa, dan negara; dan 4) mengenal prinsip-prinsip sosiologi dan psikologi pendidikan.
Bentuk-bentuk kompetensi profesional yang lain adalah penguasaan tentang bahan dan administrasi pengajaran serta bahan pengayaan. Demikian pula halnya dengan penguasaan terhadap cara menilai hasil dan proses belajar mengajar siswa..

Bagaimanakah  Pembinaan  Profesi Guru?
Guru profesional memiliki tanggung jawab profesi yang telah tertuang melalui rincian tugas dan perannya. Namun, dalam perjalanan karirnya seorang guru profesional sudah tentu menginginkan jabatan/pekerjaannya meningkat dan berjalan secara dinamis tanpa henti. Wawasan keilmuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimilikinya sekarang masih dianggapnya belum cukup atau belum sempurna, sehingga mereka sangat memerlukan pembinaan-pembinaan yang sistematik dari para senior atau pimpinannya.
Pembinaan sistematik merupakan suatu bentuk pembinaan yang tidak hanya dilakukan dengan cara-cara formalistik atau mekanistik melainkan juga memperhatikan faktor-faktor motivasional seperti psikologis dan sosiologis (Siagian,1995:219). Atau dapat dikatakan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh para senior atau pimpinan dalam hal ini kepala sekolah terhadap guru seyogyanya memperhatikan motivasi psikologis atau sosiologis guru yang dibinanya. Motivasi psikologis guru sudah tentu mencakup menghargai kepribadiannya, semangat kerja, konsep diri, mental, emosional, dan sebagainya. Sementara itu, motivasi sosiologis guru sudah tentu berupa menghargai status sosial, interaksi individu dan sosial, komunikasi dengan teman sejawat dan/atau atasannya, masyarakat, dan sebagainya.
Dalam pada itu, pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap guru menurut Sahertian (2000) adalah membantu guru-guru dalam melihat dengan jelas kaitan antara tujuan-tujuan pendidikan, agar lebih mampu membimbing pengalaman belajar murid-murid, menggunakan berbagai sumber dan media belajar, menerapkan metode dan teknik mengajar yang lebih berdaya guna dan berhasil guna, menganalisis kesulitan-kesulitan belajar dan kebutuhan belajar murid-murid, serta menilai proses belajar dan hasil belajar.
Adapun sasaran kegiatan pembinaan secara umum bagi profesi guru adalah 1) pelaksanaan proses belajar mengajar, kegiatan praktik, dan bimbingan serta penyuluhan atau konseling; 2) pencapaian prestasi kerja, kualitas kerja beserta bukti-buktinbya; dan 3) masalah, hambatan, dan kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam melaksanakan keseluruhan tugas profesinya.
Sementara itu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah selaku pembina profesi guru dalam proses pembinaan menurut Siagian (1995:219), yakni : 1) kejelasan tangga karier yang mungkin dinaiki; 2) gaya kepemimpinan yang demokratik; c) manajemen berdasarkan sasaran; d) reka bangun tugas; e) memperkaya kejiwaan; dan f) mutu kehidupan kekaryaan.

A.  Pembinaan Melalui Kegiatan Supervisi
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa yang bertugas membina guru adalah Kepala Sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam memperbaiki proses pendidikan di sekolah. Neagly (1964) mengemukan bahwa Leadership is essential to improved educational programs. Salah satu aspek kepemimpinan itu adalah supervisi.
Menurut Ngalim Purwanto ( 1987: 76 ) dalam bukunya “ Administrasi dan Supervisi Pendidikan “ mendefinisikan supervisi sebagai suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan mereka. Dapat dikatakan bahwa supervisi merupakan usaha untuk menstimulasi, mengkoordinasi, dan membimbing ( to guide ) kemajuan para guru secara berkesinambungan, baik secara perseorangan maupun secara berkelompok, agar mereka lebih menghayati serta lebih efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsi pengajaran. Dalam pelaksaan supervisi kepala sekolah, guru-guru tidak dianggap sebagai pelaksana yang selalu diam atau istilah Burton disebut pelaksana pasif, melainkan guru harus diperlakukan sebagai patner bekerja yang memiliki ide-ide, pendapat, dan pengalaman-pengalaman yang perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan dalam usaha perbaikan mutu pendidikan.
Perlu diketahui bahwa pembinaan melalui kegiatan supervisi dilakukan tidak lagi bersifat inspeksional dan otoriter seperti yang diterapkan pada abad ke-19. Hal ini disebabkan karena para guru sudah tentu telah memiliki kepribadiannya sendiri, mempunyai kreaktifitas sendiri dalam menerapkan gaya dan metode mengajarnya, serta tidak bisa terlepas dari kelemahan-kelemahan pribadi mereka sendiri, sehingga supervisi instruksional yang bersifat demokratis, objektif, dan sistematis inilah yang lebih cocok diterapkan pada guru kita sekarang ini. Yang dimaksud dengan supervisi instruksional adalah suatu bentuk supervisi yang memiliki karaktersitik seperti yang ditulis oleh Soejono Trimo (1986) menyangkut beberapa hal, yaitu : 1) memberikan bimbingan kepada guru; 2) membantu mereka dalam memecahkan masalah-masalah pengajaran dengan menstimulasi dan mengarahkan para guru untuk mengkaji, menevaluasi; dan 3) menyempurnakan sikap-sikap, praktek-praktek individual, maupun aktivitas-aktivitas serta prosedur-prosedur pengajaran mereka.

B. Pembinaan Melalui Kegiatan Pelatihan
Pada prinsipnya tujuan pembinaan Kepala sekolah terhadap guru adalah untuk mengembangkan karir guru atau mewujudkan kemajuan kualitas profesinya. Kegiatan-kegitan pembinaan oleh Kepala Sekolah bukan hanya dilakukan melalui kegiatan supervisi seperti yang disebutkan di atas, namun juga dapat dilakukan melalui kegitan pelatihan oleh instansi pemerintah, Sanggar Pemantapan Kerja Guru (SPKG) dan lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan dan latihan seperti BEP ( Basic Education Project ), FkBA ( Forum Kajian Budaya dan Agama ), dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui kegitan Inservice Training atau Training Center baik  dibiayai oleh pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat.
Menurut Hariandja (2002), pelatihan itu sendiri lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini. Sementara itu, Jakson and Mathis (2000) menyebutkan bahwa tujuan pelatihan dapat dibentuk untuk wilayah apapun dengan menggunakan salah satu dari empat dimensi, yakni : 1) kualitas pekerjaan yang dihasilkan dari pelatihan itu sendiri; 2) kualitas pekerjaan setelah pelatihan; 3) batas waktu dari pekerjaan setelah pelatihan; dan 4) penghematan biaya sebagai hasil dari pelatihan.
Berdasarkan pendapat di atas maka pelatihan guru pada prinsipnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru, sehingga mereka menyadari, memahami dan mampu mengembangkan tugas profesinya secara baik terutama terhadap siswanya.

 PENUTUP
Dalam upaya pembinaan profesionalisasi guru di Indonesia telah ditempuh berbagai macam cara. Tujuan pembinaan profesionalisasi guru adalah untuk memberikan pemahaman tentang tugas-tugas profesi yang pada akhirnya dapat membentuk kemampuan atau kecakapan khusus yang diperlukan. Kemampuan atau kecakapan ini dikenal dengan sebutan kompetensi.
Diantara kompentensi tersebut adalah kompetensi pribadi dan kompetensi profesional yang berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah dan di luar sekolah. Kompetensi pribadi meliputi kepribadian atau konsep diri, cara berinteraksi dan berkomunikasi, cara mengembangkan persepsi, cara melaksanakan bimbingan dan konseling, serta melaksanakan penelitian sederhana. Sedangkan komptensi professional dalam bidang pendidikan adalah kemampuan atau kecakapan guru dalam memahami tugas-tugas professional mulai dari penguasaan tentang konsep-konsep dasar kependidikan, bahan pengajaran, penyusunan administrasi pengajaran, pelaksanaanya, dan kemampuan menilai hasil dan proses belajar siswa. Kompetensi professional ini diperoleh seseorang melalui proses belajar baik dari pengalaman maupun pendidikan formal.
Adapun berbagai cara yang ditempuh dalam pembinaan profesionalisasi guru pada umumnya adalah melalui kegiatan supervisi oleh kepala sekolah dan pelatihan-pelatihan yang efektif baik oleh pemerintah, LSM, dan kelompok-kelompok persatuan guru. Di sisi yang lain penghargaan dan perlindungan sebagai upaya pemberian motivasi kepada para guru sangat perlu diperhatikan, sebab dengan demikian para guru dapat sejahtera, aman, dan nyaman dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya sehari-hari. Hal-hal ini merupakan suatu pemikiran dan kegiatan yang efektif dalam menciptakan guru yang profesional bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Fontana, D. 1981. Psychological for Teacger. London : A. Wheaton
Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia:Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan peningkatan Produktivitas. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia

Mathis, R.L, dan John H. Jackson. 2000. Human Resource Management, I & II. United States of America : First published by South-Western College Publishing, a division of Thomson Learning

Muhyadi, 1989. Organisasi Teori Struktur dan Proses, Jakarta : Dirjen Dikti
Natajaya, Nyoman. (2002) “Profesionalisasi dan Implikasinya Terhadap Manajemen Kependidikan:Pengertian, Ciri-ciri Kompetensi, Kode Etik, dan Kemungkinan Pengembangan Undang-Undang profesi”. Makalah. Singaraja.

Neagley & N. Dean Evans. 1964. Handbook For Effective Supervision Of Instruction: Third Edition.  Prentice Hall United States Of America
Pidarta, Made, 1997. Landasan Kependidikan,Suatu Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta

Purwanto, Ngalim, 1987. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya

Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta

Siagian, Sondang P, 1995. Teori Motivasi Dan Aplikasinya, Jakarta : Rineka Cipta
Trimo, Soejono, 1986. Pengembangan Pendidikan, Bandung : Remadja Karya
Usman, Moh.Uzer, 1995.  Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya

Zahera, Sy (1997) “Hubungan Konsep Diri dan Kepuasan Kerja dengan Sikap Guru dalam Proses Belajar Mengajar” Jurnal Pendidikan. Edisi Mei











Tidak ada komentar:

Posting Komentar